Tawa saya lepas saat Gambir (Fachri Albar) mengucapkan sepenggal dari kalimat panjang yang ia tujukan pada istrinya, Talyda (Marsha Timothy). Padahal, saat itu adegan yang ditampilkan adalah adegan paling mengerikan sepanjang film : Gambir membantai teman-teman, ibu dan istrinya.
Bagaimana tidak tertawa. Pada saat tegang seperti itu, Gambir mengucapkan potongan kalimat itu seperti anak kecil yang menyesal dan iba melihat binatang peliharaannya yang mati. Padahal, dia baru saja menggorok leher teman-temannya sendiri, membenamkan kepala ibunya ke dalam sup dan bermain rolet Rusia! Saya yang sedang tegang jadi 'terganggu' karenanya. Tapi, untunglah saya bisa cepat kembali ke keadaan tegang sesuai dengan tujuan film ini : membuat penontonnya tegang sekaligus ngeri.
Cerita film garapan Joko Anwar (Janji Joni, Kala) ini memang tergolong baru untuk ukuran perfilman Indonesia. Ceritanya sendiri berpusat pada Gambir, pematung sukses yang merasa hidupnya diatur oleh orang-orang di sekelilingnya. Gambir merasa tak perlu protes dengan keadaan itu hingga pada suatu saat, dia menemukan bahwa orang-orang di sekelilingnya, yang ia cintai dan hormati, ternyata menikam dia dari belakang. Gambir mengamuk setelah gagal menyelamatkan seorang anak yang selalu disiksa oleh orang tuanya. Lho?
Hei.... Saya juga bingung, bagaimana menguraikan cerita film ini. Kalau dirunut dari awal, kita tahu bahwa Gambir dan Talyda punya kebiasaan aneh tapi mengerikan : mengubur janin korban aborsi ke dalam perut patung buatan Gambir. Gambir mulai terganggu saat menerima pesan-pesan minta tolong dari seorang anak yang selalu disiksa oleh orang tuanya.
Pesan-pesan tersebut membawanya ke sebuah perkumpulan 'orang sakit' yang senang mengintip orang lain yang memiliki kehidupan 'menarik'. Melalui kamera yang dipasang diam-diam, Gambir dan anggota lain bisa menyaksikan intrik dalam kehidupan seseorang mau pun perilaku menyimpang mereka seperti penyiksaan terhadap anak hingga 'hobi' menjahit tangan sendiri.
Setelah bergabung dengan perkumpulan inilah, Gambir menemukan titik terang. Dia melihat seorang anak laki-laki yang mengalami kekerasan oleh orang tuanya sendiri. Anak itu terus-menerus minta tolong. Tapi Gambir gagal menolongnya, bahkan terguncang saat melihat anak itu membunuh kedua orang tuanya sendiri.
Saat sedang kalut, secara tak sengaja (namanya juga film, pasti ada faktor 'kebetulan'-nya) Gambir malah menemukan perselingkuhan Talyda dengan dua sahabat Gambir. Gilanya, perselingkuhan itu atas restu ibu Gambir sendiri!
Maka, Gambir merencanakan sebuah pembalasan di malam Natal. Pembalasan itu, seperti yang sudah diuraikan di atas, adalah pembantaian terhadap orang-orang yang selama ini berada di sekeliling Gambir.
Setelah istrinya tewas, Gambir membuka sebuah pintu misterius di rumahnya. Sebelumnya, Gambir tak membuka pintu tersebut karena dilarang oleh Talyda. Jadi, setelah Talyda tewas, tidak ada lagi yang bisa melarangnya, bukan?
Ternyata, pintu misterius itu membuka jalan menuju pemecahan misteri yang melingkupi diri Gambir selama ini. Akhir film ini sebenarnya tidak terlalu mengejutkan kalau kita pernah menonton film-film misteri thriller sejenis dari luar negeri, termasuk Hollywood. Tapi untuk ukuran film Indonesia, boleh-lah, akhir ceritanya menjadi sangat mengejutkan.
Saya suka film ini. Apalagi akting Fachri Albar sangat bagus, bisa 'melawak' pada saat ketegangan memuncak. Belum lagi adegan orang menjahit tangannya yang membuat hati ngilu....
Satu hal lagi, film ini membuat ketidaksukaan saya terhadap karya-karya Sekar Ayu Asmara menjadi luntur. Sebab, setelah menonton dua film karyanya, Biola tak Berdawai dan Belahan Jiwa, saya langsung ilfil dan tidak mau lagi 'berhubungan' dengan karya-karya beliau. Tapi, sekarang pandangan saya sudah berubah. Mungkin Sekar Ayu Asmara memang lebih cocok menjadi novelis dan bukan sutradara film. Mungkin....
Akhir kata, selamat untuk kerja keras segenap pembuat dan pemain film ini. Hebat! Hebat! Hebat!
Gambar:
http://blog.pintuterlarang.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar